Kirab Kebo Bule Malam 1 Suro di Solo, Sebuah Tradisi yang Unik – – Di Kota Solo ketika ini terdapat suatu Kerajaan bercorak Islam yakni Kasunanan Surakarta. Kasunanan Surakarta meruakan salah sat hasil pemisahan dari Kerajaan Mataram Islam. Sampai dikala ini di Kerajaan Kasunanan Surakarta ini masih berdiri dan memiliki raja yang berkuasa. Berbeda dengan Kasultanan Yogyakarta yang diberi keutamaan untuk menmerintah Provinsi Yogyakarta, Kasunanan Surakarta tidak memiliki keistimewaan itu. Meskipun Kasunanan Surakarta masih bangkit tetapi tunduk pada Pemerintahan Republik Indonesia sepenuhnya.
Sebagai suatu kerajaan Islam, Kasunanan surakarta masih melestarikan banyak sekali macam budaya yang bernafaskan Islam, salah satunya ialah saat memasuki Bulan Muharram atau malam tahun gres Islam, Kasunanan Surakarta mengadakan Kirab Budaya berbentukkirab Kebo Bule Kyai Slamet. Dalam Penanggalan Jawa, Bulan Muharram dikenal dengan Bulan Suro, sehingga kirab Kebo Bule ini sering diketahui dengan Korab Malam 1 Suro. Kebo Bule yang ada di Kasunanan Surakarta ini merupakan binatang yang dikeramatkan pihak keraton. Kebo bule ialah jenis Kerbau albino, sehingga dari penampakannya berbeda dengan kerbau kebanyakan. Karena albino, warna kerbau ini cenderung putih. Menurut pihak Keraton Kasunanan, Kebo Kyai Slamet sendiri telah meninggal bertahun-tahun yang kemudian. Kebo bule yang sekarang masih ada ini yakni keturunan dari Kebo Bule Kyai Slamet.
Kirab Kebo Bule Malam 1 Suro di Solo
Asal Mula Kebo Bule Kyai Slamet
Nama Kyai Slamet sesungguhnya bukanlah nama dari hewan kerbau bule, namun nama dari pusaka kerajaan yang kasat mata. Kerbau bule inilah yang bertugas mempertahankan pusaka kerajaan Kasunanan Surakarta ini. Namun alasannya pusaka ini bersifat kasat mata dan cuma raja sendiri yang mampu melihatnya, maka banyak orang yang menganggap Kebo bule itu sebagai Kyai Slamet.
Sejarah Kirab Kebo Bule Malam 1 Suro
Pada dikala Pemerintahan Pakoe Boewono II, sekitar kurun ke 17 ialah ketika Kerajaan Mataram masih di Kraton Kartasura, diceritakan bahwa di kerajaan terjadi sebuah pemberontakan yang dilancarkan oleh Pangeran Mangkubumi yang membuat Raja Pakoe Boewono II harus melarikan diri ke Ponorogo. Di Ponorogo ia ditampung oleh Bupati Ponorogo dan tinggal di sana untuk sementara waktu hingga kondisi aman. Pada era pelariannya di Ponorogo tersebut, Sang Raja Kartasura itu mendapatkan petunjuk gaib atau wangsit bahwa pusaka Kyai Slamet mesti ‘direkso’ atau dijaga oleh sepasang ‘kebo bule’ atau kerbau albino kalau ingin kerajaan aman dan langgeng. Atas Kuasa Tuhan yang maha Agung, seolah gayung bersambut, Sang Bupati Ponorogo tiba-tiba ingin menawarkan bhaktinya kepada rajanya dengan mempersembahkan sepasang ‘kebo bule’ kepada sinuwun. Kebo bule atau kerbau albino yaitu binatang peliharaan yang sungguh langka, hanya orang tertentu yang memilikinya. Maka sinuwun Pakue Boewono II menerima dengan baik ‘pisungsung’ (persembahan) sang bupati dan berterimakasih atas persembahan yang sangat sesuai dengan kebutuhannya. Sinuwun menjinjing sepasang kerbau bule itu kembali ke Kraton Kartasura sehabis pemberontakan usai dan sampai kerajaan berpindah tempat ke Desa Sala dan berubah nama menjadi Kraton Surakarta Hadiningrat.
Dalam peringatan naik takhta Paku Boewono VI, sekaligus pergantian tahun dalam penanggalan Jawa malam 1 Sura, timbul kreativitas mendatangkan sosok kebo bule yang dipercaya sebagai penjelmaan pusaka Kyai Slamet dalam kirab pusaka.
Keunikan Kirab Kebo Bule Malam 1 Suro
Adanya event perayaan malam Tahun Baru Islam pada 1 Suro dengan kirab Kebo Bule Kyai Slamet menjadkan satu atraksi budaya yang menawan bagi masyarakat sekitar. Bahkan pengunjung yang tiba tidak cuma dari Kota Solo sendiri tetapi juga dari banyak sekali kabupaten disekitarnya. Selama kirab berlangsung, para abdi dalem yang ikut dalam kirab diwajibkan untuk tidak bicara atau tapa bisu. Di sepanjang perjalanan, banyak warga yang berebut untuk menjamah kerbau yang dianggap keramat ini. Bahkan ada sebagian penduduk yang mempunyai iktikad bahwa kotoran kerbau bule ini dapat memberikan berkah. Oleh sebab itu kotoran kebo bule yang keluar di sepanjang perjalanan pun tak hampir senantiasa ada yang mengambilnya.
Ada banyak kisah menawan bekerjasama dngan Kebo Bule Kyai Slamet ini. Konon Kerbau Bule ini dibiarkan bebas berkeliaran di mana saja, bahkan hingga pergi ke luar Kota Solo. Apabila kerbau ini memakan sesuatu, contohnya tanaman pertanian, maka umumnya petani membiarkannya dan tidak mengusirnya. Petani bahkan merasa senang jika tanamannya dimakan Keebo Kyai Slamet karena hal itu dapat menjadi keberkahan yang tersendiri. Pada dikala Kirab malam 1 Suro, keberlangsungan kirab juga tergantung dari Kebo Bule Kyai Slamet ini. Kalau sudah saatnya kirab dia tak maukeluar, ya berarti kirab akan dibatalkan. Sering kejadian Kirab Malam 1 Suro sampai mundur alasannya Kebo Bule ngambek gak mau keluar kandang.
Demikian tadi info wacana Kirab Kebo Bule Malam 1 Suro di Solo, yang ialah Sebuah Tradisi yang Unik. Terakhir kami cuma ingin mengingatkan bahwa jangan hingga memiliki iktikad yang berlebihan terhadap Kebo bule ini. Karena selaku umat Islam niscaya tahu bahwa hanya Allah Swt lah yang mempunyai kuasa atas segala sesuatu.
(Baca : 12 Tempat Wisata di Kota Solo Jawa Tengah )